Google info dan internet online

19 Mei 2012

Nabi Sulaiman menentang keputusan bapanya, Nabi Dawud postheadericon

Diposting oleh cerdas alquran | Pada 18.44

Al-Bukhari  dengan sanadnya sampai  kepada  Abu Hurairah  secara marfu‘ yang berkata:

Dua orang  wanita  bersama-sama dengan anak mereka masing-masing. Seekor serigala datang dan memakan  anak  salah  seorang dari  mereka. Sahabat wanita itu berkata: Serigala itu  telah melarikan  anakmu,  manakala seorang lagi berkata:  Serigala  itu melarikan anakmu. Kedua-duanya  pergi  menemui Nabi Dawud  untuk  mendapatkan keputusan. Lalu Nabi Dawud mengeluarkan hukum yang menyebelahi wanita yang lebih tua (al-kubra). Kedua-dua  wanita itu kemudian pergi menemui  Nabi  Sulaiman bin  Dawud (‘a.s) dan menceritakan kepadanya, lalu Nabi Sulaiman berkata:  Bawakan kepadaku sebilah pisau untuk membelah anak  ini untuk  kamu berdua. Wanita yang lebih muda (al-sughra) berkata: Janganlah  laku¬kan. Moga-moga Allah merahmatimu. Anak itu adalah anaknya (wanita yang  lebih tua). Nabi Sulaiman lalu memutuskan menyerahkan anak itu kepada wanita yang lebih muda (al-sughra). Abu Hurairah berkata: Aku tidak pernah mendengar perkataan pisau (al-sikkin) kecuali pada hari ini karena kami biasa menye¬butkannya sebagai al-midyah.
Kritikan
Pertama: Nabi Dawud (‘a.s) merupakan khalifah Allah di  bumi, yaitu seorang nabi yang diutuskan Allah kepada sekalian hamba-Nya dan  diperintahkan  untuk menyelesaikan  masalah  antara manusia dengan  sebenar-benarnya  (al-haq) seperti  firman  Allah: 

“ Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi,  maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil.”     

Dalam  ayat-ayat yang lain pula, Allah memuji  Dawud (‘a.s)  dengan firman-Nya:

“ Dan ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan sesungguhnya  dia amat taat (kepada  Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk  bertasbih bersama dia (Dawud) di waktu petang dan pagi. Dan (Kami tundukkan pula)  burung-burung  dalam keadaan  terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah. Dan  Kami  kuatkan kerajaannya  dan Kami berikan kepadanya hikmah dan  kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”  

Firman Allah seterusnya:

“ Dan sesungguhnya  dia  mempunyai kedudukan  yang  dekat  pada sisi Kami dan tempat kembali  yang baik.”           
Seterusnya:

“ Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan  sebaha¬gian nabi-nabi itu akan sebahagian (yang lain), dan Kami  berikan zabur kepada Dawud.”  

Nabi Dawud, seorang nabi yang Allah muliakannya dengan kitab zabur dan baginda terpelihara (ma‘sum) dari sebarang  kesila¬pan, lebih-lebih lagi dalam memutuskan hukum dan keputusan seper¬ti  yang  diturunkan oleh Allah.

“ Barang siapa  tidak memutuskan perkara   menurut apa  yang diturunkan Allah,  maka  mereka  itu adalah orang-orang yang fasiq.”    

Kini Nabi Sulaiman, anak Nabi Dawud menjadi pewaris ilmu dan hukumnya, dan baginda pula ma‘sum. Bagaimana mungkin Nabi  Sulai-man menentang hukum ayahnya sedangkan baginda seorang yang paling mengetahui tentang sifat ‘ismahnya? Perbuatan  menentang hukum seperti itu boleh membawa  kepada mempersoalkan perbuatan Allah yang memilih Nabi Sulaiman  sebagai nabi  dan  juga  pada masa yang sama  tidak  menghormati ayahnya sendiri.
Kedua:  Hadith ini jelas menunjukkan pertentangan di  antara dua  hukum yang bersumber dari dua orang nabi. Hal ini  boleh memberikan implikasi bahwa salah seorang dari mereka melaku¬kan kesalahan. Kalau  hadith ini sahih, sedangkan kesalahan adalah  ditegah dari berlaku kepada para nabi, lebih-lebih lagi dalam masalah hukum seperti yang diturunkan Allah (barang siapa tidak  memutus¬kan  perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka  mereka  itu adalah orang-orang yang fasiq.)
Ketiga: Zahir hadith ini menunjukkan Nabi Dawud (‘a.s)  memu¬tuskan  hukuman ke atas anak itu dengan memihak kepada wanita  yang lebih  tua (al-kubra) tanpa sebarang bukti dan hanya berdasarkan semata-mata karena dia (wanita) itu lebih tua (al-kubra). Perkara sebegini hanya dilakukan oleh orang-orang yang jahil saja, yang tidak tahu hukum-hukum syarak dan tidak pula memaha¬mi prinsip keadilan. Sudah pasti Allah dan rasul-rasul-Nya tidak termasuk dalam golongan seperti ini.
Keempat: Hadith ini jelas memperlihatkan bahwa Nabi  Sulai¬man  membuat  keputusan menyebelahi wanita yang lebih  muda  (al-sughra)  semata-mata  karena dia bimbang anak  itu akan  dibelah dengan  pisau. Hal ini tidak mungkin menjadi dasar hukum, lebih-lebih  lagi selepas wanita itu bersetuju menyerahkan anak itu kepada  wanita yang  lebih  tua  (al-kubra) dan  ayahnya (Dawud)  juga membuat keputusan sama seperti itu.
Kelima:  Seseorang  itu  akan terus  merasa  hairan  terhadap orang-orang  yang mempercayai kebenaran Abu Hurairah pada  ketika dia  mengatakan, dia tidak pernah mendengar perkataan pisau (al-sikkin) disebutkan kecuali pada hari itu dan perkataan yang biasa mereka gunakan ialah al-midyah. Perkataan al-sikkin sebenarnya lumrah digunakan dalam perca¬kapan Arab berbanding dengan perkataan al-midyah. Tentulah tidak masuk  akal, seseorang itu tidak dapat memahami makna perkataan al-sikkin  jika dibandingkan dengan perkataan al-midyah, seolah-olah seperti kebanyakan orang tidak mengetahuinya.
Ia juga menunjukkan bahwa Abu Hurairah tidak pernah membaca dan  mendengar  firman Allah dalam surah  Yusuf.  Tiga ayat pada awalnya  dan ayat  keempat:

“ Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda  kekua¬saan  Allah  pada (kisah) Yusuf dan  saudara-saudaranya  bagi  orang-orang yang bertanya.” 

Abu Hurairah memeluk  Islam  selepas  ayat ini diturunkan yaitu selepas tujuh tahun. Orang-orang Islam sering membacanya malam dan  siang, dan dapat didengar dalam masa bersalat dan bersendirian  dan  pada sepanjang masa, yang merupakan ayat-ayat Makkiyyah:

“ dan diberikannya kepada  masing-masing mereka sebuah pisau (sikkinan).”      

Hal  ini  juga menunjukkan seolah-olah  Abu  Hurairah  tidak pernah  meriwayatkan sabda Rasulullah (s.‘a.w)  yang  menyebutkan: “ Seseorang  yang  menjadi  Qadi untuk memutuskan hukum di  antara manusia,  maka sesungguhnya dia adalah seperti  disembelih  tanpa menggunakan pisau.“     

0 komentar:

Posting Komentar