19 Mei 2012
Browse » Home »
abu hurairah
» Nabi (s.‘a.w) terlupa salat dua rakaat
Nabi (s.‘a.w) terlupa salat dua rakaat
Diposting oleh
cerdas alquran | Pada 18.51
Al-Bukhari dan Muslim telah mengambil riwayat dalam kitab Sahih mereka, berhubung dengan sifat pelupa bahwa Abu Hurairah meriwayatkan:
“ Nabi (s.‘a.w) mendirikan salah satu dari salat ‘isya’ (atau mungkin salat ‘asr) dengan hanya melakukan dua (2) rakaat kemudian baginda mengucapkan salam dan berdiri menghadap tiang di bahagian hadapan masjid lalu meletakkan tangan di atasnya. Di antara sahabat yang berada di situ ialah Abu Bakr dan ‘Umar tetapi mereka merasa sangsi untuk berkata kepadanya. Orang ramai lalu bergegas keluar dan mereka mengatakan: “ Adakah engkau mengqasarkan (memendekkan) salat? Orang yang biasa Rasulullah panggil ialah Dhu al-Yadain yang menanyakan: Adakah engkau lupa atau qasarkan? Nabi (s.‘a.w) berkata: Aku tidak lupa dan juga tidak qasarkan (salat). Dia berkata: Ya, engkau telah lupa. Lalu dia bersalat dua (2) rakaat, mengucapkan salam, membaca takbir dan bersujud.”
Kritikan
Hadith ini mengandungi keterangan tentang sujud sahwi (lupa) tetapi ia ditolak sama sekali karena beberapa alasan seperti berikut:
Pertama: Sifat pelupa yang keterlaluan berlaku apabila seseorang itu menjauhkan keinginan bersalat dalam fikirannya dan sibuk melayani fikiran lain dalam kepalanya. Ia hanya berlaku kepada orang-orang yang tidak memberikan tumpuan semasa bersalat. Sudah pasti, nabi terpelihara dari perbuatan tersebut dan sifat terlupa tidak pernah didengari berlaku kepada nabi-nabi yang lain, apatah lagi kepada nabi yang terbaik di kalangan mereka dan juga yang terakhir sudah tentu mengatasi semua perkara tersebut.
Kedua: Hadith itu menunjukkan bahwa Nabi (s.‘a.w) pada mulanya menafikan bahwa baginda memendekkan salat atau terlupa melakukan salat itu dengan sempurna. Bagaimanakah baginda kemudiannya mengakui baginda terlupa? Bahkan sekiranya kita menerima keadaan tersebut yaitu baginda tidak terlepas dari sifat pelupa, semua orang Islam bersepakat bahwa baginda pasti terhindar dari sifat bongkak atau gopoh dalam mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya.
Ketiga: Abu Hurairah kelihatan keliru dalam hadith ini karena fikirannya bercelaru. Pada kali pertama, dia mengatakan Nabi (s.‘a.w) mendirikan salah satu salat petang, sama ada zuhur atau ‘asr, ragu-ragu tentang salah satu darinya dan kemudian dia menjelaskan bahwa Nabi mendirikan salat ‘asr, dinyatakan mengenainya pada kali ketiga dengan jelas, katanya: Ketika aku sedang bersalat zuhur dengan Nabi (s.‘a.w), “ diterangkan dengan jelas bahwa ia adalah salat zuhur. Kesemua versi atau riwayat tersebut dicatat dalam kedua-dua kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim, manakala para pensyarah kepada kitab Sahih mereka pula merasa keberatan untuk memperjelaskannya.
Keempat: Hadith ini jelas menunjukkan bahwa selepas mendirikan dua rakaat pertama salat, Nabi (s.‘a.w) meninggalkan tempat salatnya, keluar pergi ke tiang di bahagian depan, bercakap dengan orang ramai dan dengan cara itu salat pun berakhir. Bagaimanakah kemudian baginda meneruskannya semula dan melakukan dua rakaat yang tertinggal selepas terbatalnya salat sebelum.
Kelima: Orang yang disebutkan sebagai Dhu al-Yadain dalam hadith sebenarnya merujuk kepada Dhu al-Syimalain, yaitu ibu ‘Abd ‘Amru, sekutu Bani Zuhra, mati syahid dalam perang Badr 5 tahun sebelum Hijrah sebelum Abu Hurairah memeluk Islam. Ia diakui oleh ketua Bani Zuhra, Mahmud bin Muslim al-Zuhri seperti disebutkan dalam al-Isabah, Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam al-Isti‘ab dan semua syarah (keterangan) kepada kedua-dua kitab Sahih. Ia turut diakui oleh al-Tahuri dalam dua buah riwayat hadith yang paling sahih diriwayatkan olehnya dan oleh Abu Hanifah apabila mereka meninggalkan beramal dengan hadith ini dan mengeluarkan fatwa yang berlawanan denganya, seperti yang diperlihatkan dalam syarah Sahih Muslim oleh al-Nawawi. Al-Nasa’i juga menunjukkan bahwa Dhu al-Yadain dan Dhu al-Syimalain adalah orang yang sama. Hujah yang sama dikemukakan lebih jelas oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad.
Wajar disebutkan juga bahwa bentuk atau versi riwayat ini seperti yang diambil oleh Muslim dalam Sahihnya, mengandungi kata-kata Abu Hurairah seperti berikut: “ Rasulullah bersama-sama dengan kami telah bersalat salah satu dari salat waktu siang sama ada zuhr atau ‘asr …hingga ke akhir hadith termasuk perbualan di antara Dhu al-Yadain (atau Dhu al-Syimalain) dan lain-lain karena Dhu al-Yadain telah mati syahid dalam perang Badr 5 tahun sebelum Abu Hurairah menganuti Islam dan datang kepada Nabi (s.‘a.w). Keseluruhan hadith mereka ini tidak perlu dipercayai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar