19 Mei 2012
Browse » Home »
abu hurairah
» Nabi Musa (‘a.s) menumbuk mata malaikat maut
Nabi Musa (‘a.s) menumbuk mata malaikat maut
Diposting oleh
cerdas alquran | Pada 18.45
Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Sahih mereka dengan isnad-nya sampai kepada Abu Hurairah yang berkata:
“ Malaikat maut datang menemui Musa (‘a.s), dia berkata kepadanya: Sahutlah seruan Tuhanmu. Katanya: Maka Musa menumbuk mata (‘ain) malaikat maut sehingga terkeluar biji matanya. Malaikat maut kembali kepada Tuhan dan berkata: Sesungguhnya Engkau (Tuhan) mengutuskanku kepada hamba-Mu yang tidak mahu mati maka dia telah menumbuk sehingga terkeluar mataku. Katanya: Allah lalu memulihkan matanya semula dan berfirman: Pergilah kembali kepada hamba-Ku dan katakanlah: Kalau engkau mahu terus hidup, cekupkanlah tanganmu di belakang badan lembu. Sebanyak mana bulu yang engkau genggam dengan tanganmu itu, sebanyak itulah bilangan tahun umurmu dilanjutkan.”
Ahmad meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah dalam Musnadnya seperti berikut:
“ Sesungguhnya malaikat maut telah datang menemui manusia dalam keadaan boleh dilihat, dia berkata: Musa datang dan menum¬buknya sehingga terkeluar biji matanya.”
Ibn Jarir al-Tabari menyebutkannya dalam kitab Tarikhnya. Ini disebutkan tentang kewafatan Nabi Musa dalam kitabnya, juga dari Abu Hurairah dengan lafaznya:
“ Sesungguhnya malaikat maut mendatangi manusia dalam kea¬daan boleh dilihat sehingga Musa datang lalu menumbuknya sehingga terkeluar biji matanya.”
Dalam hadith lain disebutkan bahwa: “ malaikat maut datang kepada manusia dalam keadaan secara rahsia (tersembunyi) selepas kematian Nabi Musa.” Kalau malaikat maut datang kepada manusia dalam keadaan boleh dilihat sebelum kewafatan Nabi Musa, tentulah cerita-cerita ini banyak sekali dan diketahui umum ibarat terangnya sinaran matahari di siang hari. Namun kenapakah pula ahli-ahli hadith dan sejarah serta para pemberi maklumat (Ahl al-Akhbar) mengabaikan cerita ini sekiranya ia benar-benar mempunyai kepentingannya? Kenapakah pula para pencerita (al-qassasin) dan orang biasa tidak memikirkannya. Adakah mereka meninggalkan keistimewaan hadith Abu Hurairah ini?
Kami melihat hadith itu yang mengandungi perkara-perkara yang tidak harus kepada Allah ta‘ala, begitu juga kepada para nabi dan para malaikat. Adakah wajar bagi Allah memilih nabi-Nya, seorang yang berke¬lakuan ganas ketika marah seperti orang-orang yang zalim, sehing¬gakan keresahannya itu tidak mengenal malaikat dan mereka memben¬ci kematian seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahil?
Bagaimanakah perkara seperti ini berlaku kepada Nabi Musa, yang telah dipilih oleh Allah membawa perutusan-Nya, diamanahkan membawa wahyu-Nya dan menempatkannya di kalangan ketua para nabi? Bagaimana pula dia membenci kematian sedemikian rupa dengan kedudukannya yang begitu mulia? Ketakutannya dengan kedudukannya yang hampir kepada Allah dan kegembiraan dalam pertemuan dengan Allah? Apakah pula dosa malaikat maut (‘a.s)? Sesungguhnya malai¬kat maut itu juga utusan Allah kepadanya.
Apakah perlunya pukulan (tumbukan) itu dan contoh teladan dari perbuatan itu sehingga tercabut mata malaikat? Malaikat itu tidak datang kecuali dari Allah dan ia tidak mengatakan sesuatu kecuali “ sahutilah panggilan Tuhanmu,” adakah harus bagi para rasul Ulu al-‘Azm melakukan penghinaan terhadap al-karubiyyin dari golongan malaikat? Musa memukulnya ketika mereka menyampaikan perutusan Allah (a.z.w) dan perintah-Nya? Maha suci Allah, para nabi dan malaikat dari perkara-perkara tersebut.
Kami berlepas diri dari golongan Ashab al-Rass, Fir‘aun Musa, Abu Jahal dan orang-orang seperti mereka, dan kami melaknat mereka pagi dan petang! Bukankah ia disebabkan mereka mencaci para utusan Allah (malaikat) ketika mereka datang kepada mereka (rasul) dengan membawa perintah-Nya. Bagaimana mungkin diharuskan perbuatan mereka ke atas para nabi Allah dan kesuciannya dari hambanya? Maha Suci Allah, hal seperti ini tidak lain hanyalah dusta yang amat besar. Diketahui umum bahwa kekuatan manusia seluruhnya dicam¬purkan dengan kekuatan seluruh makhluk lain semenjak Allah men¬ciptakan (dari awal) sehinggalah hari Qiyamat tidak akan dapat menandingi kekuatan malaikat maut. Jadi bagaimana mungkin Musa (‘a.s) boleh melakukannya? Bagai¬mana pula malaikat tidak dapat menandinginya dengan kekuatannya mencabut nyawa dan dalam keadaan dia diperintah pula oleh Allah ta‘ala supaya melakukannya, dan dari mana pula malaikat mempunyai mata untuk ditumbuk?
Seseorang itu tidak harus lupa walaupun kitab suci Musa yaitu al-Tawrat mengharuskan balasan balik dengan cara nyawa dibalas dengan nyawa, mata dibalas dengan mata, hidung dibalas dengan hidung dan sebagainya.
Namun kita melihat malaikat maut menggunakan haknya untuk bertindakbalas. Begitu juga Allah tidak menghukum Musa karena menampar malaikat. Sebaliknya Allah memberikan Musa kemuliaan dengan dapat memilih hidup atau mati berdasarkan bilangan bulu binatang yang dapat dipegang oleh tangannya. Selanjutnya, apakah alasan untuk menghubungkan bilangan tahun Musa dibenarkan hidup dengan bulu binatang (lembu) tersebut?
Sayang sekali, Abu Hurairah membentangkan perkara-perkara yang segala keupayaan para penyanjungnya (awliya’a-hu) tidak mampu memahami dan akal mereka tidak pula mengerti termasuklah kata-katanya lebih-lebih lagi dalam hadith ini menyebutkan bahwa:
“ Malaikat maut sebelum wafat Musa datang kepada manusia dalam keadaan boleh dilihat, tetapi kemudian datang secara ter¬sembunyi selepas Nabi Musa wafat.”
Moga-moga dijauhi Allah dari kekalutan akal, kecelaan kata-kata dan perbuatan, tiada daya dan upayaku melainkan dari Allah yang Maha Agung lagi Maha Perkasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar