19 Mei 2012
Browse » Home »
abu hurairah
» Orang berkulit hitam (Habsyi) bermain-main dalam masjid berdekatan Nabi (s.‘a.w)
Orang berkulit hitam (Habsyi) bermain-main dalam masjid berdekatan Nabi (s.‘a.w)
Diposting oleh
cerdas alquran | Pada 18.58
Al-Bukhari mengambil riwayat dari Abu Hurairah yang berkata:
“ Di kalangan kami terdapat orang Habsyi (mereka) bermain-main di dalam masjid berdekatan Nabi (s.‘a.w) lalu datang ‘Umar dengan mengambil batu dan melontarkannya kepada mereka. Nabi lalu menegahkan sambil berkata wahai ‘Umar.”
Menurut pendapatku, sesungguhnya Rasulullah sangat menjauhi permainan dan terlepas dari perbuatan sia-sia (al-‘abath). Baginda sangat mengetahui perkara-perkara yang dilarang Allah dan Rasul-Nya dari menyediakan ruang untuk orang-orang yang jahil bersuka ria (al-lahw) dalam masjid di hadapannya sendiri. Masanya dipenuhi perkara-perkara ukhrawiyah dan duniawi yang lebih berharga, dan tidak ada ruang untuk berseronok.
Allah memelihara baginda dari perbuatan menyibukkan masjid yang mulia dengan perkara-perkara yang sia-sia, keseronokan atau perbuatan yang melalaikan (lagha).
38. Pembatalan sebelum tiba masa mengamalkannya
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata:
“ Rasulullah mengutuskan kami dalam suatu perutusan. Baginda berkata: Sekiranya kamu menemui si fulan dan si fulan hendaklah kamu membakar kedua-duanya. (Katanya) Kemudian Rasulullah berkata kepada kami ketika kami hendak keluar: Sesungguhnya aku memerintahkan kamu semua supaya membakar si fulan dan si fulan. Sesungguhnya api tidak dapat menimpakan azab melainkan Allah ta‘ala, lalu sekiranya kamu berjumpa dengan mereka berdua, (kamu) bunuhlah mereka.”
Kritikan
Ini adalah hadith palsu karena ia mengandungi pembatalan sebelum tiba waktu melakukannya. Ia sama sekali mustahil berlaku kepada Allah ta‘ala dan kepada Rasul-Nya (s.‘a.w) sebagaimana diakui dalam hal ini, bahwa Rasulullah berkata: Bakarlah fulan dan fulan. Dia berkata demikian dari Allah yang menyatakan: “ tidaklah sesuatu yang diucapkannya itu melainkan ia wahyu yang diwahyukan.”
Bagaimana mungkin terbatal kata-kata tersebut sebelum tiba masa untuk mengamalkannya. Bukankah pembatalan dan peristiwa itu sendiri memberikan implikasi kejahilan? Allah Yang Maha Agung terlepas dari kata-kata manusia yang zalim.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar