12 Agu 2012
Sikap Islam Terhadap Perbudakan 2
Diposting oleh
cerdas alquran | Pada 18.18
TAMBAHAN
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Aqidah Al-Washitiyah juz 1 hal. 229-230 takhrij Sa’ad bin Fawwaz Ash-Shomil cet II Dar Ibnu Jauzi : “Disini kamu wajib mengingatkan perbuatan sebagian orang yang menggantikan (istilah) keadilan dengan persamaan. Ini merupakan kesalahan, keadilan tidak boleh dikatakan persamaan, karena kata persamaan terkadang menuntut adanya persamaan antara dua hal yang seharusnya dibedakan.
Karena seruan yang tidak adil ini (ajakan kepada persamaan) mereka berkata : “Apakah perbedaan laki-laki dengan perempuan? Samakanlah laki-laki dengan perempuan?”. Sampai-sampai orang –orang Komunis mengatakan : “Apakah perbedaan antara pemerintah dengan rakyat, tidak mungkin orang bisa menguasai orang lain meskipun orang tua dengan anak, orang tua tidak mungkin mempunyai kekuasaan terhadap anak”. Demikian seterusnya !.
Akan tetapi jika kita mengatakan “Keadilan” yang maknanya memberikan hak kepada setiap orang yang memiliki hak tersebut, niscaya hilanglah bahaya (dari istilah persamaan) ini dan (kalimat yang ) diungkapkan akan menjadi selamat dari makna yang batil. Karena itu selamanya tidak ada di dalam Al-Qur’an ayat yang berbunyi. “Sesungguhnya Allah memerintahkan persamaan”. Tetapi yang ada adalah.
“Artinya : Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan” [An-Nahl : 90]
“Artinya : Dan jika engkau menghukumi manusia maka hukumilah dengan adil” [An-Nisa : 58]
Maka orang yang mengatakan “Islam adalah agama persamaan” telah salah, akan tetapi yang benar adalah ‘Islam adalah agama keadilan”, yang bermakna menyamakan perkara yang sama dan memisahkan perkara-perkara yang berbeda. Jika yang dia maksudkan dengan persamaan adalah makna keadilan di atas tetapi dia menggunakan istilah persamaan, maka orang ini salah dalam memilih kata/istilah walaupun yang dimaksud benar.
Karena itu mayoritas ayat Al-Qur’an meniadakan persamaan seperti :
“Artinya : Katakanlah : Adakah orang yang mengetahui sama dengan orang yang tidak mengetahui?” [Az-Zumar : 9]
“Artinya : Adakah orang yang buta sama dengan orang yang melihat? Ataukah kegelapan-kegelapan sama dengan sebuah cahaya ?” [Ar-Rad : 16]
“Artinya : Tidaklah sama orang yang berinfaq dan berperang sebelum datangnya kemenangan (Fathu Makkah), mereka lebih besar derajatnya dari pada orang yang berinfaq dan berperang sesudah kemenangan-kemenangan (Fathu Makkah)” [Al-Hadid : 10]
“Artinya : Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak turut berperang) yang tidak memiliki udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah” [An-Nisa : 95]
Dan selamanya tidak ada satu huruf pun dalam Al-Qur’an yang memerintahkan persamaan, yang ada hanyalah ayat yang memerintahkan keadilan, dan kata keadilan lebih diterima oleh jiwa.
Saya mengingatkan hal ini, supaya omongan kita tidak seperti ocehan burung beo, karena sebagian manusia meniru ucapan orang lain tanpa perenungan, tanpa dipikirkan apa isinya, siapa yang membuatnya dan apa maksud kata tersebut menurut orang yang membuatnya”.
Syaikh Abu Bakar Al-Jazairy berkata dalam Minhajul Muslim hal. 459 : “Jika ada orang yang bertanya : “Mengapa Islam tidak mewajibkan pembebasan budak, sehingga seorang muslim tidak memiliki alternatif lain dalam hal ini?
Jawaban
Sesungguhnya Islam datang pada saat perbudakan telah tersebar dimana-mana, karena itu tidaklah pantas bagi syari’at Islam yang adil, yang menjaga jiwa, harta dan kehormatan seseorang manusia untuk mewajibkan kepada manusia agar membuang harta mereka secara sekaligus. Sebagaimana juga, banyak budak yang tidak layak untuk dimerdekakan, seperti anak-anak kecil, para wanita, dan sebagian kaum laki-laki yang belum mampu mengurusi diri mereka sendiri dikarenakan ketidak mampuan mereka untuk bekerja dan dikarenakan ketidak tahuan mereka tentang cara mencari penghidupan.
Maka (lebih baik) mereka tetap tinggal bersama tuannya yang Muslim yang memberi mereka makanan seperti yang dimakan tuannya, memberi mereka pakaian seperti yang dipakai tuannya, dan tidak membebani mereka pekerjaan yang tidak sanggup mereka kerjakan. Ini semua adalah beribu-ribu derajat lebih baik dari pada hidup merdeka, jauh dari rumah yang memberi mereka kasih sayang dan jauh dari perbuatan baik kepada mereka untuk kemudian menuju tempat yang menyengsarakan laksana neraka jahim.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas penerjemah menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
[1]. Perbudakan saat ini masih diakui oleh Islam
[2]. Syarat untuk diperbudaknya seseorang manusia adalah :
(a). Kafir (non Muslim)
(b). Menjadi tawanan kaum muslimin
(c). Ditawan karena peperangan
(d). Panglima perang muslim tidak memberikan alternatif lain kepada
orang tersebut.
[3]. Islam menilai sorang budak sebagai saudara bagi lainnya.
[4]. Disisi lain, Islam mengusahakan kemerdekaan seorang budak dengan beberapa jalan, baik secara paksa maupun sukarela atau sebagai kafarat (penebus) dosa
[Diterjemahkan oleh Aris Munandar bin S Ahmadi Al-Lampunji]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/V/1421H-2001M Diterbitkan oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar