16 Agu 2012
Pendapat Imam Syafi’i Tentang Tauhid2
Diposting oleh
cerdas alquran | Pada 17.03
Halaman ke-2 dari 2
[9]. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan, katanya, di hadapan Imam Syafi’i ada orang yang menyebut-nyebut nama Ibrahim bin Isma’il bin Ulayah. Kemudian Imam Syafi’i berkata: “saya berbeda pendapat dengan dia dalam segala hal. Begitu pula dalam kalimat “la ilaha illallah”. Saya tidak berpendapat seperti pendapatnya. Saya mengatakan, bahwa Allah berfirman kepada Nabi Musa secara langsung tanpa penghalang. Sedangkan dia mengatakan, ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa, Allah menciptakan ucapan-ucapan yang kemudian dapat didengar oleh Nabi Musa secara tidak langsung (ada penghalang).” [7]
10]. Imam al-Lalaka’i meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’imengatakan: “Barangsiapa mengatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk, maka dia telah menjadi kafir.” [8]
[11]. Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Muhammad az-Zubairi, katanya, ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i “Benarkah al-Qur’an itu khaliq (pencipta)?”, Jawab beliau, “Tidak benar”. “Apakah al-Qur’an itu makhluk?”, tanyanya lagi. “Tidak”, jawab Imam Syafi’i. “Apakah al-Qur’an itu bukan makhluk?”, tanyanya lagi “Ya, begitu”, jawab Imam Syafi’i.
Orang tadi bertanya lagi: “mana buktinya bahwa al-Qur’an itu bukan makhluk?”. Imam Syafi’i kemudian mengangkat kepala, dan ia berkata: “Maukah kamu mengakui bahwa al-Qur’an itu Kalam Allah?” “Ya, mau”, kata orang tadi. Kemudian Imam Syafi’i berkata, “kamu telah di dahului oleh ayat:
“Artinya ; Dan jika di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepada kamu, maka lindungilah ia, supaya ia sempat mendengar Kalam Allah.” [At-Taubah : 6]
“Artinya ; Dan Allah telah berbicara dengan Musa secara langsung.” [An-Nisa’ : 164]
Imam Syafi’i kemudian berkata lagi kepada orang tersebut: “Maukah kamu mengakui bahwa Allah itu ada dan demikian pula Kalam-Nya? Atau Allah itu ada, sedangkan Kalam-Nya belum ada?”. Orang tadi menjawab, “Allah ada, begitu pula Kalam-Nya.”
Mendengar jawaban itu Imam Syafi’i tersenyum,lalu berkata: “Wahai orang-orang Kufah, kamu akan membawakan sesuatu yang agung kepadaku, apabila kamu mengakui bahwa Allah itu ada sejak masa azali, begitu pula Kalam-Nya. Lalu dari mana kamu pernah punya pendapat bahwa Kalam itu Alah atau bukan Allah?”. Mendengar penegasan Imam Syafi’i itu, orang tadi terdiam kemudian keluar.[9]
[12]. Dalam kitab Juz al-I’tiqad yang disebut-sbut sebagaikaryaImam Syafi’i dari riwayat Abu Thalib al-‘Isyari, ada sebuah keterangan sebagai berikut:
“Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah, dan hal-hal yang perlu diimani, jawab beliau, “Allah taaraka wa ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang siapapun dari umatnya tidak boleh menympang dari ketentuan seperti itu setelah memperoleh keterangan (hujjah). Apabila ia menyimpang dari ketentuan setelah ia memperoleh hujjah tersebut, maka kafirlah dia. Namun apabila dia menyimpang dariketentuan sebelum ia memperoleh hujjah, maka hal itu tidak apa-apa baginya. Ia dimaafkan karena ketidaktahuannya itu. Sebab untuk mengetahui sifat-sifat Allah itu tidak mungkin oleh akal dan fikiran, tetapi hanya berdasarkan keterangan-keterangan dari Allah. Bahwa Allah itumendengar, Allh mempunyai dua tangan:
“Artinya ; Tetapi kedua tangan Allah itu terbuka.” [Al-Maidah : 64]
Dan Allah itu mempunyai tangan kanan :
“Artinya ; Dan langit itu dilipat tangan kanan Allah.” [Az-Zumar : 67]
Dan Allah juga mempunyai wajah:
”Artinya ; Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah Allah.” [Al-Qshash : 88]
“Artinya : Dan tetap kekal wajah Tuhanmua yang mempunyai kebesarandan kemuliaan.” [Ar-Rahman : 27]
Allah juga mempunyai telapak kaki, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya ; Sehingga Allah meletakkan telapak kakinya di Jahannam.” [10]
Allah tertawa terhadap hamba-hamba-Nya yang mu’min, sesuai dengan sabda rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang terbunuh dalam jihad fi sabilillah, bahwa kelak akan bertemu dengan Allah, dan Allah tertawa kepadanya.” [11]
Allah turun setiap malam ke langit yang terdekat dengan bumi, berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam: tentang hal itu. Mata Allah tidak pecak sebelah, sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa : “Dajjal itu picak sebelah matanya, sedangkan Allah tidak picak mata-Nya.” [12]
Orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah pada hari kiamat dengan mata kepala mereka, seperti halnya mereka melihat bulan purnama. Allah juga punya jari-jemari berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada satu buah hati kecuali ia berada di antara jari-jari Allah Ar-Rahman.” [13]
Pengertian sifat ini di mana Allah telah mensifati diri-Nya sendiri dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam: juga mensifati-Nya, tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal dan fikiran. Orang yang tidak mendengar keterangan tentang hal itu tidak dapat disebut kafir. Apabila ia telah mendengar sendiri secara langsung, maka ia wajib meyakininya seperti halnya kita harus menetapkan sifat-sifat itu tanpa mentasybihkan (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana juga Allah tidak menyerupakan makhluk apapun dengan diri-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [Asy-Syura: 11] [14]
[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Syafi'i, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1]. Shahih Al-bukhari,Kitab Al-Aiman wa An-Nadzar II/530, Shahih Muslim III/266. Manaqib ASy-Syafi’i I/405
[2]. Ibn Abu Hatim, Adab ASy-Syafi’i, hal.193 Al-Hilyah IX/112-113 Al-Baihaqi As-Sunan Al-Kubra X/28
[3]. Siyar A’lam An-Nubala X/31
[4]. Siyar A’lam An-Nubala XX/341
[5]. Al-Intiqa, hal. 79
[6]. Syarh Ushul I’tiqad Ahl As-Sunnah II/506
[7]. Al-Intiqa, hal. 79. Al-Baihaqi, Manaqib Asy-Syafi’i, I/35
[8]. Syarh Ushul I’tiqad Ahl As-Sunnah wal Jama’ah I/252
[9]. Manaqib Asy-Syafi’i, I/407-408
[10]. Shahih Bukhari, Kitab At-Tafsir VII/594, Shahih Muslim Kitab Al-Jannah IV/2187
[11]. Shahih Bukhari Kitab Al-Jihad VI/39, Shahih Muslim, Kitab Al-Imarat III/1504
[12]. Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan XIII/91, Shahih Muslim, Kitab Al-Fitan IV/2248
[13]. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal IV/182. Sunan Ibn Majah I/72, Mustadrak Al-Hakim I/525. Al-Ajiri, Asy-Syari’ah hal. 317, Ibn Mandah, Ar-Rad
[14]. Aqidah Imam Syafi’I ini dinukil dari sebuah manuskrip yang tersimpan di Perpustakaan Pusat Universitas Leiden, Belanda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar