Google info dan internet online

19 Mei 2012

Penerimaan Islam oleh Ibu Abu Hurairah dengan doa Nabi (s.‘a.w) dan juga doa Nabi (s.‘a.w) agar kedua-duanya dicintai orang-orang mu’min dan orang-orang mu’min pula dicintai kedua-duanya postheadericon

Diposting oleh cerdas alquran | Pada 19.04

Muslim  telah menyampaikan cerita menerusi sumbernya yang diakui berakhir dengan Abu Hurairah bahwa dia menceritakan:

“ Aku biasanya mendakwah ibuku kepada Islam pada ketika dia masih seorang kafir. Pada suatu hari ketika aku mengajaknya kepadanya (Islam), dia menyebutkan kejahatan dan keburukan Nabi (s.‘a.w)  kepadaku. Lalu aku datang kepada Nabi (s.‘a.w) sambil menangis dan mengatakan kepadanya: Wahai Rasulullah (s.‘a.w), ibuku telah menyebutkan keburukanmu. Tolonglah doakan kepada Allah agar memberikannya petunjuk.” Nabi (s.‘a.w) lalu berdoa: Ya Allah! Berikanlah petunjuk kepada ibu Abu Hurairah. Justeru, aku merasa sangat gembira. Ketika aku sampai ke muka pintu aku dapatinya terbuka. Apabila ibuku mendengar bunyi langkahku dia menjemputku masuk ke rumah sementara itu, aku terdengar bunyi titisan air. Dia sedang mandi, dan memakai pakaiannya dan dengan segera memakai hijabnya. Lalu dia membuka pintu dan berkata kepadaku: Wahai Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan juga aku bersaksi bahwa Muhammad (s.‘a.w)  ialah Rasulullah dan Nabi-Nya. Aku pun kembali  kepada Rasulullah (s.‘a.w), sambil menangis kesukaan lalu berkata kepadanya: Wahai Rasulullah (s.‘a.w)! Inilah berita yang menggembirakan. Allah telah memperkenankan doamu dan telah memberikan petunjuk kepada ibuku.” Justeru itu, Nabi (s. ‘a.w) memuji-muji Allah dan mengatakan: Ini berita baik. Aku kemudian berkata kepadanya: Wahai Nabi (s.‘a.w), tolonglah mohon doa kepada Allah agar Dia menjadikanku dan ibuku dikasihi orang-orang mu’min dan menjadikan mereka dicintai oleh kami.” Nabi (s.‘a.w) kemudian berdoa: Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini dan ibunya dikasihi hamba-hamba-Mu yang beriman dan jadikanlah orang-orang mu’min dikasihi oelh mereka.” Dengan demikian, tiada orang mu’min yang mendengar dan melihatku, tidak mencintaiku.

Kritikan

Hadith ini terdedah kepada beberapa tentangan:

Pertama: Hadith ini tidak diriwayatkan terus dari Nabi  (s.‘a.w) menerusi mana-mana perawi lain kecuali Abu Hurairah, yang menjadi satu-satunya perawi hadith ini. Ini menjadi tanda kelemahannya.

Kedua: Dikatakan bahwa ibu Abu Hurairah masih kafir dan enggan menerima Islam. Dia cenderung kepada Islam hanya apabila Nabi (s.‘a.w) berdoa untuknya. Persoalan yang timbul adalah apakah motif atau tujuannya berhijrah dari Yaman yang merupakan tempat lahir dan kesukaannya  ke kota Madinah yang menjadi pusat Islam, kediaman Nabi (s.‘a.w) dan tempat yang menjadi pusat sokongannya. Bukankah dia dan tidak ragu-ragu lagi dia masih berada di Yaman berterusan menyembah berhala bersama-sama dengan orang lain di tempat itu umumnya? Apakah jawapan kepada persoalan ini dapat dikemukakan oleh para peminat Abu Hurairah berikan? Pastinya tidak ada, karena mereka tidak dapat menafikan fakta-fakta sejarah.

Lebih-lebih lagi, tiada dalam mana-mana kitab sejarah hadith menyebutkan ibu Abu Hurairah kecuali sekali ketika Khalifah ‘Umar, melucutkan jawatan Abu Hurairah dari Bahrain, telah berkata kepadanya: “ Ibumu Umaimah tidak memberikanmu sebarang kerja kecuali memberi makan kaldai.” Rujukan dalam bentuk tunggal menyebutkan namanya sekali saja dan tidak ada lagi yang lain.

Ketiga: Diketahui umum bahwa Abu Hurairah merupakan salah seorang ahli Suffah yang papa kedana mencari sisa-sisa makanan di jalanan untuk menyelamatkan nyawanya. Dia sendiri menceritakan bahwa dia biasanya berada di ruang antara mimbar Nabi (s.‘a.w) dan kediaman ‘A’isyah. Orang ramai melintasinya sambil meletakkan kaki mereka ke atasnya dengan menganggapkannya orang gila. Ia sebenarnya bukanlah karena gila tetapi karena kelaparan yang menyebabkannya demikian. Abu Hurairah tetap berada di Suffah – suatu tempat di masjid Nabi (s.‘a.w) di Madinah. Bagaimana mungkin dia memiliki sebuah rumah miliknya sendiri di Madinah seperti yang disebutkan dalam hadith ini?

Keempat: Sekiranya semua yang Abu Hurairah ceritakan dalam hadith ini benar, ia boleh dianggap suatu tanda kenabian dan lambang Islam bahwa Allah dengan segera memperkenankan doa Nabi-Nya (s.‘a.w) dengan menyiapkan petunjuk kepada ibu Abu Hurairah sedangkan wanita ini yang masih berada dalam keadaan kufur dan sesat berubah kepada mu’minah yang beriman, bertaqwa dan lengkap dipenuhi peranan dan ajaran syariah Islam. Diketahui umum juga bahwa para sahabat sama ada banyak atau sedikit telah meriwayatkan semua tanda besar dan lambing-lambang Islam dan kenabian. Apakah pula yang dapat menghalang mereka dari menceritakan peristiwa ini, sekiranya ia benar. Hakikatnya bagaimanapun menunjukkan tiada seorang pun menceritakannya melainkan Abu Hurairah seperti seolah-olah tiada seorang pun pernah mendengar atau melihat ibunya kecuali dirinya.

Kelima: Sekiranya kenyataan Abu Hurairah benar bahwa Allah menjadikannya dan ibunya dicintai semua orang mu’min dan menjadikan orang-orang mu’min dicintai mereka berdua, lalu mengapakah ahli kaum kerabat Nabi (s.‘a.w) yaitu Ahl al-Baitnya yang merupakan ketua sekalian mu’min dan 12 orang Imam suci dari kalangan mereka memandang rendah kedudukannya, menolak hadith-hadith yang disampaikan olehnya dan tidak memberikan perhatian atau penekanan langsung dengan dia sendiri adalah sebuah parti, sehinggakan Amir al-Mu’minin ‘Ali (‘a.s) berkata:

“ Sesungguhnya orang yang mengadakan pendustaan paling banyak  (atau katanya manusia yang paling banyak berbohong) terhadap Rasulullah (s.‘a.w) ialah Abu Hurairah al-Dusi.”  
   
    Selanjutnya, sekiranya Abu Hurairah dicintai orang-orang mu’min dan dia mencintai orang-orang mu’min, kenapa Khalifah ‘Umar memanggilnya pada ketika melucutkannya dari Bahrain: Wahai musuh Allah dan musuh al-Qur’an, kamu telah menyalahgunakan harta Allah..” Bagaimana musuh Allah dan musuh al-Qur’an menjadi orang yang dikasihi atau pencinta semua orang mu’min, dan semasa zaman Nabi (s.‘a.w). ‘Umar telah memukulnya di bahagian dadanya dan dia jatuh tidak sedarkan diri, manakala selepas Nabi (s.‘a.w), dia memukulnya dengan tali sebat sehingga berdarah di  bahagian belakang badannya dan mengambil balik 1000 dirham yang telah disalahgunakan dari harta umat Islam (yaitu harta awam) dan menyimpannya kembali dalam perbendaharaan. Kemudian, kali ketiga dia memukulnya dengan berkata: Wahai Abu Hurairah, kamu telah menghubungkan terlalu banyak hadith kepada Nabi (s.‘a.w) dan aku akan memerangimu karena kamu berdusta terhadap Rasulullah (s.‘a.w).” Pernah pada satu masa, dia berkata kepadanya: Lebih baik kamu tinggalkan menceritakan hadith-hadith atau jika tidak, aku akan membuangmu ke bumi Dus (ard Dus) atau ke tanah monyet (bi-ard al-qirdah). 

    Terdapat pertelingkahan yang hampir sama antaranya dengan yang lain seperti ‘Abdullah bin al-‘Abbas, ‘A’isyah dan seumpamanya yang tidak selaras dengan konsepsi cinta antaranya dengan yang lain.

    Memang, sepanjang beberapa tahun yang akhir cinta wujud di antaranya dengan ahli-ahli keluarga ‘Amru bin al-‘As, keluarga Abu Mu‘it dan keluarga Abu Sufyan. Mereka tertarik untuk menyayanginya karena hadith-hadithnya yang banyak menyokong kekuasaan palsu mereka manakala dia pula tertarik menyayangi mereka karena keistimewaan yang mereka  tunjukkan kepadanya di mana mereka mengeluarkannya dari keadaan tidak dikenali  kepada kedudukan yang masyhur dan terkenal. Contohnya, Marwan bin Hakam menjadikannya sebagai timbalannya di Madinah ketika dia tiada di sana. Seterusnya,  Marwan inilah yang mengahwinkan Abu Hurairah dengan Busra binti Ghazwan. Namun bagi keluarga Abu al-‘As dan Abu Sufyan, Abu Hurairah tidak dapat memberikan perhatian kepadanya. Ketika Abu Hurairah menghidapi penyakit yang membawa maut, Marwan merawatnya dengan penuh penghormatan dan perhatian terhadapnya. Ketika dia cuba untuk mendapatkan maklumat tentang keadaan kesihatannya, dia akan mendoakan penyakitnya pulih. Dia juga mengunjunginya pada hari-hari terakhirnya. Ketika dia meninggalkannya dan berlalu, seorang lelaki mengikutinya  dan memberitahunya bahwa Abu Hurairah telah mati. Ketika jenazahnya diusung, Marwan berada di hadapan yang lain sementara anak-anak ‘Uthman sedang mengusung keranda sehingga mereka sampai ke al-Baqi‘. Di sana al-Walid bin Utbah bin Abi Sufyan memimpin salat jenazah. Kemudian dia mengutuskan berita kematiannya kepada sepupunya, Mu‘awiyah yang mengarahkan agar penggantinya hendaklah dikurniakan 10 000 dirham dan agar mereka dilayani dengan penuh kebaikan.  Contoh-contoh ini menunjukkan perhatian istimewa mereka kepadanya. Adakah mereka semua orang-orang mu’min yang menurut Abu Hurairah, dijadikan untuk mencintainya dan dia pula mencintai mereka? Apalah malangnya!

0 komentar:

Posting Komentar